Sumber: Canva design

Pernikahan usia dini sering dikaitkan dengan kondisi ketidaksiapan seorang perempuan untuk menjadi seorang ibu. Menurut Badan Pusat Statistik bekerjasama dengan Unicef Indonesia tahun 2015 melaporkan bahwa 23% perempuan sudah menikah sebelum usia 18 tahun. Pernikahan usia dini berkaitan erat dengan angka kematian dan masalah gizi bayi dan balita di Indonesia1. Nah mungkin banyak yang bertanya apa hubungan pernikahan usia dini dengan masalah gizi stunting? Remaja yang sudah menikah saat usia dini secara psikologi belum memiliki kematangan organ reproduksi dan berpikir dalam kehamilan dan pola asuh anak yang tepat. Hubungan lainnya adalah remaja masih bertumbuh hingga usia 21 tahun, sehingga bila remaja hamil maka asupan nutrisi selama kehamilan tidak mencukupi untuk ibu dan janin yang dikandung. Risiko mengalami berat badan lahir rendah dan stunting semakin meningkat. Bila anak sudah mengalami stunting akan berpengaruh pada prestasi belajar saat usia sekolah dan meningkatnya penyakit degenerative sehingga berdampak pada penurunan produktifitas  sumber daya manusia Indonesia.

Pernikahan sebagai sebuah ikatan dan landasan dalam membangun hubungan emosional antar pasangan maupun anggota keluarga lainnya. Pernikahan yang sehat dapat didefinisikan sebagai kondisi keselarasan antar pasangan suami istri mengenai aspek kesehatan, psikologis, seksual dan sosial, bertujuan untuk membuat keluarga yang sehat sehingga bahagia dan stabil secara mental, social ekonomi maupun fisik2. Sebagai langkah untuk mendapatkan suatu pernikahan yang sehat maka diperlukan proses persiapan dan skrining pranikah agar calon pengantin (catin) siap untuk membangun suatu komitmen hidup dan mendukung kesehatan seluruh anggota keluarga agar tercapainya generasi dengan kecerdasan yang tinggi, terbebas dari masalah gizi dan penyakit tidak menular yang dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.         

Skrining pranikah merupakan serangkaian tes yang harus dilakukan pasangan sebelum menikah. Pemeriksaan biasanya meliputi fisik, riwayat penyakit tidak menular, dan organ reproduksi. Tujuan skrining pranikah penting untuk menciptakan kualitas keluarga yang  lebih baik di masa depan serta merencanakan kehamilan dengan tepat agar tidak terjadi hambatan pertumbuhan pada anak yang dilahirkan. Skrining pranikah ini memiliki manfaat bagi seluruh anggota keluarga yaitu suami, istri maupun anak yang dilahirkan. Skrining pranikah bagi calon suami dapat berperan untuk menjaga kesehatan dan mendukung kesehatan calon istri, serta melindungi anak-anak yang dilahirkan dari penyakit menular dan genetik. Bagi calon istri, dapat membantu dalam perencanaan kehamilan yang sehat, meningkatkan pengetahuan gizi pada calon ibu, serta memotivasi untuk selalu beraktivitas fisik yang cukup untuk menjaga hidup sehat. Skrining pranikah merupakan bagian dari pendampingan keluarga berkelanjutan dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia3. Melalui skrining pranikah dapat diprediksi catin yang berisiko melahirkan anak dengan malnutrisi, sehingga bagi catin diharapkan menunda kehamilan terlebih dahulu dan akan mendapat pendampingan khusus dari tenaga kesehatan setempat. 

Sebelum banyaknya masalah gizi yang diangkat seperti saat ini, skrining pranikah tidak diwajibkan dilakukan. Namun dengan banyaknya masalah gizi yang muncul saat ini terutama masalah stunting di Indonesia dengan prevalensi 24.4% berdasarkan laporan Studi Status Gizi Indonesia tahun 20214, Pemerintah Indonesia melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewajibkan pasangan calon pengantin yang akan menikah melakukan skrining pranikah. Skrining pranikah dilakukan 3 bulan sebelum pernikahan menggunakan aplikasi yang diluncurkan BKKBN yaitu Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil atau ELSIMIL5. Skrining pranikah dilakukan dengan pemeriksaan meliputi pengukuran usia, status gizi berupa indeks massa tubuh, kadar hemoglobin, ukuran lingkar lengan atas catin perempuan, dan perilaku merokok. Keuntungan yang didapat oleh negara bila skrining pranikah dan pendampingan berkelanjutan dilakukan bagi para catin adalah dapat mempromosikan kesadaran tentang konsep pernikahan sehat yang komprehensif. Oleh karena itu, pasangan yang akan segera menikah saat ini diwajibkan melakukan pemeriksaan pranikah agar pasangan suami istri dapat merencanakan hidup mereka dengan lebih baik dan dapat menghasilkan generasi emas sebagai penerus bangsa dan terbebas dari stunting. Cegah Stunting dengan Skrining Pranikah!!

Sumber: Aplikasi ELSIMIL BKKBN

Ditulis Oleh:
Avliya Quratul Marjan, S.Gz, M.Si
Dosen Prodi Gizi Program Sarjana, Universitas Pembagunan Nasional Veteran Jakarta

Referensi

1.         Badan Pusat Statustik, UNICEF Indonesia. Perkawinan Usia Anak di Indonesia (2013 dan 2015). Published online 2015. https://bit.ly/3CrUtu4.

2.         Thomas PA, Liu H, Umberson D. Family Relationships and Well-Being. Innov Aging. 2017;1(3):1-11. doi:10.1093/geroni/igx025

3.         Strategi implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2021-2024. Paparan Kepala BKKBN RI Rakernas Bangga Kencana. Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana 22 Feb 2022.

4.         SSGI. buku saku hasil studi status gizi indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota tahun 2021. Angew Chemie Int Ed 6(11), 951–952. Published online 2021:2013-2015..

5.         Program Teknis Bangga Kencana dan Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting. Paparan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana 22 Februari 2022.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *